Jumat, 04 Oktober 2013

Rule of Law dan Hak Asasi Manusia



MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA”




DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IX

ANNISA RAHIM
( A1C313004 )
RESY ANGGRAINI
( A1C313011 )
JONADI
( A1C313037 )



DOSEN PEMBIMBING : Drs. IRWAN, MPd


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDY FISIKA
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2013/2014


KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA
          Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun pada materi, mengingat akan kemampuan yang kai miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
          Akhirnya kami sebagai penulis berharap semoga Allah memberikan pahala yang setimpal kepada mereka yang telah memberi bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal’Alamiin.




Jambi, 4 Oktober 2013


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I         PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah

BAB II        ISI
                   Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum
                   Prinsip-Prinsip Rule of  Law
                   Pengertian Hak Asasi Manusia
                   Sejarah Hak Asasi Manusia
                   Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pengertian Warga Negara dan Penduduk
Asas-asas Kewarganegaraan
Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
Hak dan Kewajiban Bela Negara

BAB III       PENUTUP
                   Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang Masalah

      Sebagai mana kita ketahui pengertian  Rule of  Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechtsstaat. Meskipun demikian dalam negara yang menganut Rule of  Law harus memiliki prisip-prinsi yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan relasasi Rule of  Law itu sendiri. Menurut Dicey tiga unsur yang fundamenta dalam Rule of  Law,yaitu : (1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum; (2) keduduan yang sama dimuka hukum. Hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; (3) terjaminnya hak asasi manusia pleh undang-undang serata keputusan-keputusan pengadilan.
      Setiap manusia mendapatkan hak yang sama dimuka hukum. Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang Rule of  Law dan HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Rule of  Law dan Hak Asasi Manusia”.




1.2 Rumusan Masalah

      Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi kan masalah sebagai berikut :
·         Pengertian Rule of  Law dan Negara Hukum ?
·         Prinsip-prinsip Rule of  Law ?
·         Pengertian Hak Asasi Manusia ?
·         Bagaimana sejarah Hak Asasi Manusia?




BAB II
ISI


2.1 Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum

            Pengertian Rule of  Law dan Negara Hukum pada hakikatnya sulit dipisahkan. Ada sementara pakar mendeskripsikan bahwa pengertian negara hukum dan Rule of  Law itu hampir dapat dikatakan sama, namun terdapat pula sementara pakar menjelaskan bahwa meskipun antara negara hukum dan Rule of  Law tidak dapat dipisahkan namun masing-masing memiliki penekan masing-masing. Menurut Philipus M. Hadjon misalnya bahwa negara hukum yang menurut istilah bahasa belanda rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan.

Gerakan  masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan dalam peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law.

            Olehkarena itu menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of  Law sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960:546). Olehkarena itu berdasarkan bentuk nya sebenarnya Rule of  Law adalah kekuasaan politik yang diatur secara legal. Olehkarena itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of  Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of  Law berdasar kan subtansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensi nya setiap negara akan mengatakan mendasar pada Rule of  Law dalam kehidupan kenegaraan nya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas alasan inilah maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule of  Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian itupun secara beda pula (lihat Soegito, 2006:4), dalam hubungan ini maka Rule of  Law dalam hal muncul nya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu.

            Menurut Friederich J. Stahl, terdapat empat unsur pokok bersirinya satu  rechtsstaat, yaitu : (1) hak-hak manusia; (2) pemisahan atau pembagian untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan; (4) peradilan administrasi dalam perselisihan (muhtaj, 2005:23)

            Didalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supermasi hukum dan kostitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem kostitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, serta menjamin keadilan bagi setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setaip orang termasuk dalam penyalahgunaan wewenang oleh pihak penguasa. Dalam paham negara hukum itu, hukumlah yang menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dalam penyelenggaraan negara yang sesungguhnya memimpin adalah hukum itu sendiri. Oleh karena itu berdasarkan pengertin ini Negara indonesia pada hakikatnya menganut “Rule of Law, and not of Man” yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalan kan oleh hukum atau nomos.



2.2 Prinsip-Prinsip Rule of  Law

            Sebagai mana kita ketahui pengertian  Rule of  Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechtsstaat. Meskipun demikian dalam negara yang menganut Rule of  Law harus memiliki prisip-prinsi yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan relasasi Rule of  Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam ‘Introduction to the Law of The Constitution’ memperkenak kan istilah the rule of  law secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum.

Menurut Dicey tiga unsur yang fundamenta dalam Rule of  Law,yaitu : (1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum; (2) keduduan yang sama dimuka hukum. Hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; (3) terjaminnya hak asasi manusia pleh undang-undang serata keputusan-keputusan pengadilan.

            Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dlam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara yang tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum international, international Comosiion of jurists (ICJ), semakin menguatkan posisi Rule of Law dalam kehidupan bernegara. Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis-prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; (2) lembaga kehakiman bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan umum yang bebas; (4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan berserikat/berorganisasi dan berposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995:59)




2.3 Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta konseptual tidak lahir mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal Declaration of Human Right” 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam peradaban sejarah manusia. Dari prespektif sejarah deklarasi yang ditanda tangani oleh Majelis Umum PBB tersebut dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khususnya yang tergabung dalam PBB. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia sebelum telah muncul ditengah-tengah masyarakat umat manusia, baik dibarat maupun ditimur kendatipun upaya tersebut masih bersifat lokal, partial dan sporadikal.
Pada zaman Yunani Kuno Plato (428 – 348) telah memaklumkan kepada warga polisnya bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak-hak asasi manusia telah mulai berkembang, misalnya dalam masyarakat jawa telah dikenal dengan istilah “Hak Pepe” yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa seperti hak mengemukakan pendapat walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa.
Puncak perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika “Human Right” dirumuskan untuk pertama kalinya secara resmi dalam “Declaration of Indepedence” Amerika Serikat pada tahun 1776.
Dalam deklarasi Amerika Serikat tertanggal 4 Juli 1776 tersebut dinyatakan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia secara resmi kemudian menjdai pokok konstitusi Negara Amerika Serikat pada tahun 1781 yang mulai berlaku pada tanggal 4 Maret 1789.
Perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut sebenarnya telah diawali Perancis sejak Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam Revolusi Perancis pada tahun 1780 yang berhasil menetapkan hak-hak asasi manusia dalam “Declaration des Droits L’Homme et du Citoyen” yang kemudian di tetapkan oleh “Assemblee Nationale” Perancis dan pada tahun 1791 berikutnya dimasukan kedalam Constitution. (Van Asbek dalam Purbopranoto 1976 : 18).
Semboyan Revolusi Perancis yang terkenal yaitu :
  • Liberte (kemerdekaan)
  • Egalite (kesamarataan)
  • Fraternite (kerukunan atau persaudaraan).
Maka menurut konstitusi Perancis yang dimaksud hak-hak asasi manusia adalah hak hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dengan hakikatnya.
Dalam rangka konseptualisasi dan reiterpretasi terhadap hak-hak asasi manusia yang mencakup bidang-bidang yang lebih luas, Franklin Droosevelt (Presiden Amerika pada permulaan abad ke 20) memformlasikan empat macam hak-hak asasi dan hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi dari Declaration of Human Right 1948 yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms” yaitu :
1.      Freedom of  Speech (kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat)
2.      Freedom of Religion (kebebasan beragama)
3.      Freedom from Fear (kebebasan dari rasa ketakutan)
4.      Freedom from Want (kebebasan dari kemlaratan)
Terhadap deklarasi sedunia tentang hak-hak asasi manusia PBB tersebut bangsa bangsa sedunia melalui wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis formal walaupun realisasinya juga disesuaikan dengan kondisi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2.4 Sejarah Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptualntidak lahir secara tiba-tiba sebagaiman kita lihat dalam ‘Universal Declaration of Human Right’ 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradapan manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB dihayati sebagai pengakuan yudiris formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia dibelahan dunia khususnya yg tergabung dalam PBB.

Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.

1.     Hak Asasi Manusia di Yunani

Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.


2.     Hak Asasi Manusia di Inggris

Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

MAGNA CHARTA

Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.

Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah.
Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
§  Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
§  Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
·        Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
·        Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
·        Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
·        Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.


PETITION OF RIGHTS

Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
·        Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
·        Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
·        Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.


3.     Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat

Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.

Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.

John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau.
Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” the four freedom yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
§    Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
§    Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
§    Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
§    Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar. 


4.     Hak Asasi Manusia di Prancis

Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu.



5.     Hak Asasi Manusia oleh PBB

Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen.  Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
§    Hidup
§    Kemerdekaan dan keamanan badan
§    Diakui kepribadiannya
§    Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
§    Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
§    Mendapatkan asylum
§    Mendapatkan suatu kebangsaan
§    Mendapatkan hak milik atas benda
§    Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
§    Bebas memeluk agama
§    Mengeluarkan pendapat
§    Berapat dan berkumpul
§    Mendapat jaminan sosial
§    Mendapatkan pekerjaan
§    Berdagang
§    Mendapatkan pendidikan
§    Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
§    Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.



6.     Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Dalam akar kebudayaan indonesia pun pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manusia telah mulai berkembang, misalnya dalam masyarakat Jawa telah dilkenal ‘Hak Pepe’, yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa, seperti hak mngemukakan pendapat, walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa (Baut&Beny, 1998:3)

Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
1.      Undang – Undang Dasar 1945
2.      Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
3.      Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
·          Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
·          Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
·          Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
·          Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
·          Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
·          Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.

Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.



2.5 Penjabaran Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila sebagai dasar dari bangsa Indonesia hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai mahluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia tersebut. Konseksuensinya dalam realisasinya maka hak asasi manusia senantiasa memilik hubungan yang korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat manusia sebaga individu dan mahluk sosial.
Dalam rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia PBB , karena Pembukaan UUD 1945 dan pasasl-pasalnya diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1945 , adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948. Hal itu merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia oleh PBB, telah mengangkat hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan bernegara yang tertuang dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri negara, misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut :
“Walaupun yang dibentuk itu Negara kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga Negara agar jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machsstaat atau negara penindas)”.
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan sumber normativ bagi hukum positif Indonesia terutama penjabaran dalam pasal pasal UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kesatu dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal I.
Dasar filosofi hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis, malainkan menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial) sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia .Kata-kata berikutnya adalah pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut :
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Penyataan tentang “ atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, dan diteruskan dengan kata “…supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…” dalam pengertian bangsa maka bangsa Indonesia mengakui hak-hak asasi manusia untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan dalam pasal 29 ayat (2) yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat bahwa Negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara yang merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir (never ending goal) adalah sebagai berikut :
  • Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  • Untuk memajukan kesejahteraan umum.
  • Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal maupun material tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi untuk kesejahteraan hidup bersama.
Berdasarkan pada tujuan Negara sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah, antaralain berkaitan dengan hak-hak asasi di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, dan agama. Berikut merupakan rincian dari hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1)  Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui  perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1)  Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2)  Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 28D
(1)  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2)  Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3)  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4)  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1)   Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)   Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3)   Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1)   Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2)   Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1)   Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.
(2)   Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memeperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3)   Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28I
(1)   Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2)   Setiap orang berhak atas bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3)   Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4)   Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
(5)   Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28J
(1)   Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2)   Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Dalam perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusisa di Indonesia mengalami kemajuan, antara lain sejak kekuasaan rezim Soeharto telah dibentuk KOMNAS HAM walaupun pada kenyataan pelaksanaannya tidak optimal.
Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 menjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum pasal I dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaban manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Selain hak asasi manusia, didalam UU No. 39 Tahun 1999 juga terkandung Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apa bila tidak dilaksanakan maka tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun 1999 tersebut terdiri atas 105 pasal yang meliputi macam hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia tersebut meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak-anak.
Demi tegaknya asasi setiap orang maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antaralain kewajiban menghormati hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakan, serta memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Dengan diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada era baru terutama dalam menegakan masyarakat yang demokratis yang melindungi hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering pelaksanaannya mengalami kendala yaitu dilema antara penegakan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsisiten maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri, konseksuensinya pengaturan atas jaminan hak–hak asasi manusia tersebut harus di ikuti dengan pelaksanaan serta jaminan hukum yang memadai. Untuk lebih rinci atas pelaksanaan dan penegakan hak-hak asasi manusia tersebut diatur  dalam UU No. 9 Tahun 1999.
Satu kasus yang cukup penting bagi bangsa Indonesia dalam menegakan hak-hak asasi manusia adalah dengan dilaksanakannya Pengadilan Ad Hoc atas pelanggar hak-hak asasi manusia di Jakarta dan atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor Timur. Hal ini menunjukan kepada masyarakat internasional bahwa bangsa Indonesia memiliki komitmen atas penegakan hak-hak asasi manusia. Memang pelaksanaan Pengadilan Ad Hoc atas pelanggaran hak-hak asasi manusia di Timor Timur tersebut penuh dengan kepentingan kepentingan politik, disatu pihak pelaksanaan pengadilan Ad Hoc terssebut atas desakan PBB yang taruhannya adalah nasib dan kredibilitas bangsa Indonesia dimata internasional dan dilain pihak perbenturan kepentingan antara penegakan hak-hak asasi manusia dengan kepentingan nasional serta nasionalisme sebagai bangsa Indonesia yang dalam kenyataannya mereka-mereka yang dituduh telah melanggar HAM berat di Timor Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan bangsa dan negara.
Terlepas dari berbagai macam kelebihan dan kekurangannya bagi kita merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti karena bangsa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi atas jaminan serta penegakan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketentuan pasal-pasal tentang hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB adalah sebagai berikut :
Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.
Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11
Ayat (1)
Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
Ayat (2)
Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum itu dilakukan.
Pasal 12
Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya, rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu.


Pasal 13
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
Ayat (2)
Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
Pasal 14
Ayat (1)
Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran.
Ayat (2)
Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
Ayat (2)
Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.
Pasal 16
Ayat (1)
Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
Ayat (2)
Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.

Ayat (3)
Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17
Ayat (1)
Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
Ayat (2)
Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).
Pasal 20
Ayat (1)
Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
Ayat (2)
Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.
Pasal 21
Ayat (1)
Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.


Ayat (2)
Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.
Ayat (3)
Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pasal 22
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.
Pasal 23
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
Ayat (2)
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
Ayat (3)
Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
Ayat (4)
Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.
Pasal 25
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.
Ayat (2)
Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26
Ayat (1)
Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
Ayat (2)
Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Pasal 27
Ayat (1)
Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya.
Ayat (2)
Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.
Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29
Ayat (1)
Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
Ayat (2)

Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Ayat (3)
Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 30
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di dalam Pernyataan ini.





2.6 Hak dan Kewajiban Warga Negara
a)     Pengertian Warga Negara dan Penduduk
Syarat berdirinya suatu negaramerdeka adalah harus ada wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap dan ada pemerintahan yg berdaulat. Ketiga syarat ini merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Warga negara adalah rakyat yang menetap disuatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Dalam hubungan antara warga negara dan negara, warga negara mempunyai kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warga negara juga mempunyi hak-hak yang harus diberikan dan lindungi oleh negara.

Dalam hubungan internasional disetiap wilayah negara selalu ada warga negara dan orang asing yang disebut penduduk. Setiap warga negara adalah penduduk suatu negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu watga negara, karena mungkin seorang asing. Penduduk suatu negara mencakup warganegara dan orang asing, yang memiliki hubungan berbeda dengan negara.

Menurut UUD 1945, negara melindungi segenap penduduk, misalnya dalam pasal 29 (2) disebutkan “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dibagagian lain UUD 1945 menyebutkan hak-hak kusus warga negara, misalanya dalam pasal 27 (2) yang menyebutkan “tiap-tip warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan dalam pasal 31 (1) yang menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”

b)    Asas-asas Kewarganegaraan
v Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli
Setiap  negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk menjadi warga negara. Terkait dengan menjadi warga negara dalam ilmu tata negara dikenal dengan adanya dua asas Kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.
Asas ius-soli adalah asas kelahiran, artinya bahwa status Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirnnya dinegara A tersebut. Sedangkan ius-sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orangtuanya.

v Bipatride dan apatride
Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warga negara kedua negara itu.
Misalnya, Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga negara A namun mereka berdomesili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut  asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka, Dani. Menurut negara A, dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orangtua nya, menurut negara B Dani adalah warga negaranya karena tempat kelahirannya adalah dinegara B. Dengan demikian Dani mempunyai status Dua Kewarganegaraan atau bipatride

Sedangkan apatride (tanpa kewarganegaraan) timbul apabila menurut kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga negara di negara manapun.
Misalnya, Agus dan Ira adalah sepasang suami isteri yang berstatus warganegara B menganut asas ius-soli. Mereka berdomesili dinegara A yang  menganut asas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Budi. Menurut negara A budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orangtua nya buka warganegara A. Begitupula dinegara B, budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahit diwilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai Kewarganegaraan atau apatride.


c)     Hak dan Kewajiban Warganegara menurut UUD 1945
Pasal-pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara mencakup pasal-pasal 27,28,29,30,31,33,34.
·        Pasal 27 ayat (1)menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk junjung hukum dan pemerintahan.
·        Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
·        Pasal 27 ayat (3) dalam perubahan kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
·        Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warganegara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
·        Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya.
·        Pasal 30 ayat (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dala usaha pertahanan dan keamanan negara
·        Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajara.

d)    Hak dan Kewajiban Bela Negara
a.     Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Bagi warga negara indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa indonesi, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

b.     Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warganegara. Hal ini menunjukan adanya sas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti.
Pertama, bahwa setiap warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melaui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang- undangan yang berlaku.
Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setip usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

c.      Motivasi dalam Pembelaan Negara
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiapwarga negara memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Disampig itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemung
Kinan segala macam ancaman  terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia.

§  Pengalaman sejarah perjuangan RI
§  Kedudukan Wilayah geografis Nusantara yang strategis
§  Keadaan penduduk (demografis) yang besar
§  Kekayaan sumber daya alam
§  Perkembangn dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
§  Kemungkinan timbulnya bencana perang



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

          Pengertian Rule of  Law dan Negara Hukum pada hakikatnya sulit dipisahkan. Antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of  Law sebenarnya saling mengisi. Olehkarena itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of  Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of  Law berdasar kan subtansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Atas alasan inilah maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule of  Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian itupun secara beda pula.
           
            Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep hukum yang berbeda, konsep negara hukum dan Rule of  Law adalah suatu relitas dari cita-cita sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.

            Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu Undang-Undang terutama melindungi Hak Asasi nya demi kesejahteraan hidup bersama.







DAFTAR PUSTAKA



Kaelan, Achmad Zubani, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/hak_asasi_manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar