DASAR-DASAR PENDIDIKAN MIPA
“TEORI BELAJAR MIPA”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
ANNISA RAHIM (A1C313004)
DIAH
SARI DEWI (A1C313028)
RISKA
SORRY S (A1C313018)
DIAN
ELISABETH S (A1C313038)
KUSWANTO
(A1C313016)
JONADI
(A1C313037)
DOSEN PEMBIMBING :
Dra. JUFRIDA, M.Si.
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI TAHUN 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan MIPA ini,
yang berjudul “TEORI BELAJAR MIPA”
Pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih kepada ibu Dra. Jufrida,
M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada kami dan
kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun pada materi, mengingat
akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya kami sebagai penulis berharap semoga Allah memberikan pahala yang
setimpal kepada mereka yang telah memberi bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal’Alamiin.
Jambi, 21 Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar merupakan
suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang
diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran
merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan
sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah
seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam
grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan
Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi
yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri
dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan
dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua
pendapat diatas Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata
cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar
kelas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Teori Behavioristik
2. Ciri-ciri Teori Behavioristik
3. Apa implikasi dari Teori
Behavioristik
4. Apa tujuan Pembelajaran
Teori Behavioristik
5. Pengertian Teori Konsrtuktivisme
6. Prinsip-prinsip Teori Konstruktivisme
7. Apa implikasi dari Teori Konstuktivisme
1.3 TUJUAN
Sebagai tujuan instruksional umumnya diharapkan dapat
memahami Teori-teori belajar MIPA. Sedangkan tujuan instruksional khususnya
setelah mempelajari materi ini, diharapkan :
Kita semua dapat mengetahui implikasi pembelajaran dari teori
behaviorisme
Untuk mengetahui penerapan dalam teori behaviorisme
Untuk mengetahui tujuan pembelajaran teori
behaviorisme
BAB II
ISI
A. TEORI
BEHAVIORISME
A.1 Pengertian
Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin
menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan
diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan
perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya
ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor
lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement
dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,
1997).
Pandangan teori behavioristik
telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada,
teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting
oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori
belajar behavioristik, meliputi:
1.
Reinforcement and Punishment
2.
Primary and Secondary Reinforcement
3.
Schedules of Reinforcement
4.
Contingency Management
5.
Stimulus Control in Operant Learning
6.
The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme
1.
Obyek psikologi adalah tingkah laku
2.
semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3.
mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri
Teori Belajar Behavioristik
Untuk
mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan
ciri-cirinya yakni
1.
Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2.
Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3.
Mementingkan peranan reaksi (respon)
4.
Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.
Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6.
Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7.
Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and
error.
Ada beberapa
tokoh teori belajar
behaviorisme.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik tersebut antaranya adalah Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas
karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam
pembelajaran.eori Belajar Behaviorisme
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak
dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran,
tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak
dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme
(Slavin, 2000).
Ada
tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni
(1) hukum efek;
(2) hukum latihan dan
(3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991).
Ketiga
hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2. Teori Belajar Menurut WatsonWatson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull
juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia
sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga
dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar
Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar
Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama
dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara
tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam
mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah
yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
Oleh karena
itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan
antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin
dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian seterusnya.
A.2. Aplikasi
dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang
sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Aplikasi teori behavioristik
dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam
pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar
tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar.
Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang
nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar
atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
A.3
Implikasi Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum
berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam
sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa.
Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang
belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung
mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan.
Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada
manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan
melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu
behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
B. TEORI KONSTRUK TIVISME
B.1 Pengertian
Teori Konsrtuktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan
dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
Pelajar aktif
membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
Unsur
terpenting dalam teori
ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi
baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Ketidakseimbangan merupakan
faktor motivasi
pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik miknat pelajar.
Para
ahli konstruktivisme memandang bahwa belajar sebagai hasil dari konstruksi
mental. Para siswa belajar dengan mencocokkan informasi baru yang mereka
peroleh bersama-sama dengan apa yang telah mereka ketahui. Siswa akan dapat
belajar dengan baik jika mereka mampu mengaktifkan konstruk pemahaman mereka
sendiri.
Menurut para ahli
konstruktivisme, belajara juga dipengaruhi oleh konteks, keyakinan , dan sikap
siswa. Dalam proses pembelajaran para siswa didorong untuk menggali dan
menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk merumuskan
gagasan-gagasan dan hipotesis. Mereka diberikan peluang dan kesempatan yang
luas untuk membangun pengetahauan awal mereka.
Dalam perkembangannya terdapat
pemikiran dalam teori konstruktivisme ini, namun semua berdasarkan pada asumsi
dasar yang sama tentang belajar. Dan teori konstruktivisme yang utama dikenal
dengan istilah konstruktivisme sosial (Social Constructivism) dan
konstruktivisme kognitif (Cognitive Constructivism).
B.2 Pendapat Ahli tentang Teori
Konstrutivisme
1. Jean Piaget
Salah satu teori atau pandangan
yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah
teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada
tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun
dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya. Proses tersebut meliputi:
1)
Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya
seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam
interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori
utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2)
Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang
tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3)
Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena
konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4)
Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar
merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang
disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh
mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,
perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang
keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan
kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan
anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk
menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
2. Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky
didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami
hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol
yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak
mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada
dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,
dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok
siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa
semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan
pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat
mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan
sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut.
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas
belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai
kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian
bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan
belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas
tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985),
yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut
Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan
dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
B.3 Prinsip belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah proses aktif
peserta didik dalam mengkontruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik.
Dalam proses belajar tersebut terjadi proses asimilasi danmenghubungkan
pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari.
Prinsip
dalam pembelajaran teori kontruktivisme adalah:
-
Pertanyaan dan konstruksi jawaban peserta didik adalah penting.
-
Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi peserta didik.
-
Pendidik lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan
mediator.
-
Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik.
-
Strategi pembelajaran, student-centered
learning , dilakukan dengan belajar aktif, belajar
mandiri, kooperatif dan kolaboratif
Secara garis besar,
prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan
murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep
ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8.Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8.Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu
prinsip yang paling penting yang mencerminkan teori ini yaitu, guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
B.4 Implikasi Konstruktivisme dalam
Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme
dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki
kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
(2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat
dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam
kehidupan sehari-hari dan
(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi
sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan
juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi
beberapa prinsip, yaitu:
a) menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan
peserta didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan;
b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada
kehidupan nyata;
c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada
kenyataan yang sesuai;
d) memotivasi
peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran;
e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan
kepada kehidupan social peserta didik;
f) pembelajaran menggunakan barbagia sarana;
g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Teori
kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
— Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
— Teori konstruktivistik merupakan pengembangan dari
teori belajar kognitif.
— Piaget menyatakan bahwa “ilmu pengetahuan dibangun
dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya.”
3.2
SARAN
1)
Agar dapat memahami Teori Belajar
MIPA yang benar.
2)
Bagi pendidik hendaknya sebaiknya
mengetahui hal yang paling mendasar yaitu, mengetahui dan memahami Teori-teori
Belajar MIPA.
3)
Bagi para pendidik juga diharapakan
lebih mengenalkan secara mendalam pengertian dan konsep Teori-teori Belajar
MIPA.
DAFTAR PUSTAKA